AKUNTANSI TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH & MUSYARAKAH
Fani Ardita
Zahrani
20171113022
STIE
Indonesia Banking School
MUDHARABAH
Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik
dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan
antara kedua belah pihak, tetapi apabila rugi, kerugian akan ditanggung oleh
pemilik dana.
Menurut
PSAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu mudharabah
muqayyadah, mudharabah muthlaqah, dan mudharabah musyarakah.
1. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah
Muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola, dimana
pemilik dana memberi batasan kepada pengelola dana dalam hal tempat, cara, dan
atau objek investasi. Dalam transaksi ini, bank syariah bersifat sebagai
perantara yang menghubungkan pemilik dana
dengan pengelola dana.
Dalam
praktik perbankan, Mudharabah Muqayyadah terdiri atas dua jenis, yaitu Mudharabah
Muqayyadah Executing, dan Mudharabah Muqayyadah Channeling.
Mudharabah Muqayyadah Executing yaitu bank
syariah sebagai pengelola menerima dana dari pemilik dana dengan pembatasan
dalam hal tempat, cara, dan atau objek investasi nya. Tetapi bank syariah
memiliki kebebasan untuk melakukan seleksi terhadap calon mudharib. Sedangkan Mudharabah Muqayyadah Channeling yaitu
bank syariah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang
akan mengelola dana tersebut.
Dalam Mudharabah Muqayyadah, contoh
batasannya antara lain:
-
Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana
lainnya
- \Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi
penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan
-
Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi
sendiri tanpa melalui pihak ketiga
2. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah
Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola dana,
dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
pengelolaan investasinya. Kontrak mudharabah muthlaqah dalam perbankan syariah
digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan.
3. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah
Musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal
atau dananya dalam kerjasama investasi. Akad musytarakah ini merupakan solusi
dalam proses usaha, dimana pengelola dana memiliki modal yang dapat
dikontribusikan dalam investasi, sedangkan di sisi lain, adanya penambahan
modal ini akan meningkatkan kemajuan investasi.
Objek Akad Mudharabah
Objek Mudharabah
meliputi modal dan usaha. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah.
Fatwa DSN
No. 7 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah, menyatakan bahwa kegiatan usaha
oleh pengelola (mudharib) sebagai
penimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana harus memperhatikan
hal-hal berikut:
-
Kegiatan usaha adalah hal eksklusif mudharib, tanpa
campuran tangan penyedia dana, tetapi ia mampu mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan
-
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah,
yaitu keuntungan
-
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam
dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi
kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu
Bagi hasil
Mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi hasil (gross profit sharing). Bagi laba
dihitung dari pendapatan setelah dikurangi dengan harga pokok dan beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana Mudharabah. Sedangkan bagi hasil, dihitung
dari pendapatan pengelolaan Mudharabah dikurangi harga pokok.
Dalam
hal terjadi kerugian dalam usaha nasabah, bank sebagai pemilik dana akan
menanggung seluruh kerugian selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh
kelalaian atau kesalahan pengelola dana.
Kelalaian atau kesalahan pengelola
dana antara lain ditunjukkan oleh:
-
Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam
akad
-
Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang telah
ditentukan dalam akad
-
Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan
MUSYARAKAH
Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asset non-kas
yang diperkenankan oleh syariah.
Musyarakah dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
1. Musyarakah Permanen
Musyarakah
Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan
sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
2. Musyarakah Menurun (Musyarakah Mutanaqisha)
Musyarakah
Menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan
menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh
usaha.
Mitra Aktif adalah mitra yang
mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain
atas nama mitra tersebut.
Mitra Pasif adalah mitra yang tidak
ikut mengelola usaha musyarakah.
Objek Akad Musyarakah
Objek akad musyarakah meliputi tiga
aspek, diantaranya:
1. Modal
Berdasarkan fatwa DSN No. 8 Tahun
2000 tentang Musyarakah disebutkan bahwa modal yang diberikan dapat berupa kas
dan atau asset non-kas. Modal kas dapat dalam bentuk uang tunai, emas, perak,
dan setara kas lainnya yang dapat dicairkan menjadi uang. Pada prinsipnya,
tidak ada jaminan dalam transaksi musyarakah, tetapi untuk menghindari
penyimpangan, DSN membolehkan bank syariah meminta jaminan.
2. Kerja
Berdasarkan fatwa DSN No. 8 tentang
Musyarakah, paritisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi
dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus
dijelaskan dalam kontrak.
3. Keuntungan dan Kerugian
Dalam hal keuntungan, DSN
mewajibkan para mitra untuk menghitung secara jelas keuntungannya untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan maupun
ketika penghentian musyarakah.
Dalam hal kerugian, DSN mewajibkan
kerugian dibagi antara para mitra secara proporsional menurut bagian
masing-masing. Apabila rugi disebabkan oleh kelalaian mitra pengelola, maka
rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah. Rugi karena
kelalaian mitra pengelola di perhitungkan sebagai pengurang modal mitra
pengelola, kecuali mitra tersebut mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.
REFERENSI:
Rizal Yaya., Aji Erlangga
Martawireja., dan Ahim Abdurahim. (2014). Akuntansi
Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer (Edisi 2). Jakarta: Salemba
Empat.
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
(PAPSI)
PSAK 105: Akuntansi Mudharabah
PSAK 106: Akuntansi Musyarakah
Comments
Post a Comment